Pakar Hukum Agraria UGM Soroti Upaya Pemaketan Proyek Bendungan Bener dan Penambangan Quarry di Wadas

12 Februari 2022, 07:50 WIB
Foto Iustrasi; Polemik yang terjadi di Desa Wadas hingga terjadinya penangkapan warga yang menolak penambangan batu andesit./ Tangkaplayar video/ /Instagram @wadas_melawan

 

WNC – YOGYAKARTA – Pakar Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM, Dr. Rikardo Simarmata, mengatakan dalam kasus  penambangan di Wadas ini terdapat keanehan.

Satu sisi kegiatan pembangunan waduk Bener masuk kategori kepentingan umum. Namun kegiatan pengambilan (penambangan) batu andesit itu tidak masuk dalam kategori kepentingan umum.

Pemaketan (pembangunan bendungan dan penambangan andesit) itu memang bisa membuat kegiatan pengukuran dalam rangka pengadaan tanah di lokasi tambang menjadi legal.

“Tapi apakah dengan hak pakai yang dimiliki, Kementerian PUPR berwenang mengambil bebatuan di bawah tanahnya?” terangnya, dilansir WNC melalui ugm.ac.id, Jumat, 11 Februari 2022.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Bersama Komnas HAM akan Membuka Komunikasi dengan Warga di Desa Wadas

Diketahui, warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menolak penambangan batu andesit karena mengancam keberadaan mata air di wilayah tersebut.

Penolakan batu andesit akan digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener yang masuk salah satu proyek stategis nasional.

Menurut Rikardo Simarmata, boleh jadi strategi pemaketan dan penyatuan ini didesakan oleh status sebagai proyek strategis nasional (PSN).

Umumnya kalangan birokrat dan penegak hukum mempersepsikan PSN sebagai sesuatu yang tidak boleh ditawar dan harus dijadikan.  

Baca Juga: Kapolda Jateng Ahmad Luthfi Klaim telah Menarik Aparat Pendamping Pengukuran Tanah di Desa Wadas

“Dengan persepsi seperti itu dapat membuat peraturan perundangan mengenai PSN dan pelaksanaanya bersifat instrumental dan akibatnya melupakan prinsip dan asas-asas yang dikenal dalam hukum pertanahan,” lanjutnya.

Sementara terkait penyelesaian masalah dengan mengerahkan aparat keamanan dalam kegiatan tersebut, Rikardo mengatakan, terlepas dari keabsahan kegiatan pengukuran, penanganan terhadap kelompok masyarakat yang menolak, tidak boleh menggunakan tindakan represif.

Ia menyayangkan apabila sampai terjadi represi yang tidak sesuai ketentuan hukum acara pidana. Sebab, penyelesaian dengan upaya lain bisa ditempuh untuk mencegah kelompok yang menolak pembebasan lahan.

Baca Juga: Pemkab Pati Hentikan Semua Kegiatan PTM dari SD hingga SMA setelah Muncul Banyak Klaster COVID-19

“Misalnya  seperti menghadapi demonstran dengan cara memblokade yang tidak berakhir dengan kekerasan seperti penangkapan,” pungkasnya.***

Editor: Dwi Soewanto

Sumber: ugm.ac.id

Tags

Terkini

Terpopuler