Agar kerinduan akan Rabigh terobati, ia pun meminta juru masak istana membuatkan masakan seperti yang dia cicipi di Rabigh. Meski tidak sama persis, masakan karya juru masaknya tetap disukai Sultan.
Sejak saat itu kuliner ala Rabigh itu menjadi hidangan wajib di Istana Kesultanan Banten. Masakan itu pun dinamai rabigh dan seiring berjalannya waktu resep rabigh pun menyebar hingga ke seluruh Banten.
Masyarakat ikut menyukai masakan favorit sultan mereka dan kata rabigh pun berubah menjadi rabeg sampai hari ini.***