AJI Indonesia meminta DPR dan pemerintah membatalkan omnibus law atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunananya. UU itu banyak merugikan buruh termasuk jurnalis.
Kata dia, jurnalis yang mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi di tengah pandemi, terancam kehilangan pekerjaan akibat UU tersebut.
Selanjutnya, Kementerian Ketenagakerjaan perlu meningkatkan pengawasan kepada perusahaan media untuk memastikan hak-hak pekerja media terpenuhi.
AJI mendesak perusahaan media, bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan pekerja media, sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk memberikan pendampingan jurnalis korban kekerasan.
"Kami mengingatkan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan yang disahkan Dewan Pers. Perusahaan media harus memberikan perlindungan kepada jurnalis dan keluarga korban kekerasan," jelas Ika.
AJI meminta jurnalis dan pekerja media membentuk atau bergabung dengan serikat pekerja, baik di perusahaan atau pun lintas perusahaan untuk memperjuangkan haknya.
Kata Ika, kebutuhan untuk berserikat mendesak karena lembaga bantuan hukum seperti LBH Pers dan YLBHI memiliki keterbatasan untuk memperkuat kerja-kerja advokasi kasus ketenagakerjaan
Perusahaan media, organisasi pers, dan Dewan Pers membuat pendidikan-pendidikan jurnalis untuk meningkatkan profesionalisme dan pemahaman tentang kode etik.