Tak Disangka! Ternyata Makanan Bisa Picu Paham Radikalisme. Begini Penjelasannya

12 Januari 2022, 18:07 WIB
Ilustrasi makanan dengan kandungan bahan pengawet serta perasa kimia, yang diyakini mampu mempengaruhi seseorang berbuat radikal /Pixabay



WNC, Jakarta - Radikalisme saat ini menjadi permasalahan tersendiri yang dihadapi masyarakat. Karena itulah pemerintah terus berupaya keras bisa menekan munculnya sikap dan paham radikalisme.

Radikalisme sendiri bisa disebabkan banyak faktor. Direktur Klinik Pancasila Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dody Susanto menyebut ada 10-F sebagai penyebabnya.

Dody yang menjadi narasumber webinar bertajuk "Peranan Pancasila dalam Pencegahan Radikalisme di Perguruan Tinggi" mengingatkan generasi muda mewaspadai serangan pintar 10-F itu.

"Radikalisme itu dipicu sepuluh faktor yang dikenal dengan serangan pintar 10-F," ujar Dody Susanto seperti dikutip dari Antara pada Rabu, 12 Januari 2022.

Baca Juga: Seorang Wanita Diduga Menjadi Korban Pembunuhan, Ditemukan Tewas Bersimbah Darah

Dody pun menjabarkan apa saja 10-F itu, di antaranya food (makanan), fun (budaya bersenang-senang), fantasi, fashion, finansial. Lalu filosofi, friction (gesekan), foreign (asing), filosofi, fate (kepercayaan), dan fail (kesalahan).

Lebih lanjut Dody menjelaskan satu persatu dari 10-F yang dimaksud. Yang mana dimulai dari food atau makanan.

Hal ini menarik, karena bagaimana mungkin makanan bisa berpengaruh pada munculnya radikalisme.

Baca Juga: Lho! AP Aktor Pemain Utama Film Layar Lebar Tersandung Kasus Narkoba, Siapa?

Menurut Dody konsumsi makanan dengan kandungan tiga bahan, yaitu pemanis, pengawet, dan perasa kimia (junkfood), bisa merusak metabolisme anak bangsa.

"Jadi, kalau seseorang terbiasa mengonsumsi bahan pengawet, pemanis, dan perasa, secara kimiawi dan biologis, tubuhnya sudah rusak dan itu menyebabkan instabilitas emosional. Sehingga radikalisme cenderung bertemu di alam pikiran," kata Dody.

Faktor kedua serangan pintar fun atau budaya bersenang-senang, yaitu kondisi ketika seseorang terbiasa bersenang-senang, bahkan menjadi kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Baca Juga: Teror Hantu Jam Gento Bikin Resah. Pegawai Diskominfo Kabupaten Merangin Gelar Doa Bersama

"Serangan fun menyebabkan manusia terdorong secara instingtif melakukan tindak radikalisme," jelasnya.

Ketiga, kata dia, serangan pintar fantasi, yakni ilusi dan imajinasi berlebihan yang mengganggu stabilitas pikiran seseorang dan mendorongnya bertindak radikal.

Serangan pintar keempat fashion dalam artian luas yang dapat dilihat dari kebiasaan membagikan status aktivitas sehari-hari di media sosial.

Baca Juga: Rajin Mencuci Rongga Hidung, Cara Mencegah Penularan Virus Covid-19 Varian Omicron, Simak Yuk!

"Contohnya, kebiasaan seseorang membagikan status di media sosial, seperti sedang makan lalu diunggah. Fashion ini berbahaya karena mendorong orang menjadi konsumtif sehingga ekonomi dalam negeri tergerus. Jika kehilangan akumulasi finansial, bisa menjadi radikal," jelas Dody.

Lalu yang kelima, finansial dapat dilihat ketika seseorang dengan gaji terbatas, melakukan kredit. Serangan seperti itu, kata Dody, dapat memicu seseorang menjadi radikal untuk memenuhi keinginannya yang dibatasi oleh finansial.

"Selanjutnya, serangan keenam adalah serangan pintar filosofi. Ini tugasnya BNPT, yaitu perang ideologi. Seperti sekarang, kita ada perang ideologi transnasional mulai dari isu kekerasan dan radikailisme," katanya.

Baca Juga: Fosil Naga Laut Ditemukan, Panjang Mencapai 10 Meter dengan Berat Tengkorak 1 Ton

Ketujuh, serangan pintar friction merupakan gesekan-gesekan antar masyarakat Indonesia yang dikenal beragam sehingga memicu kemunculan kelompok radikal.

Kedelapan adalah serangan pintar foreign. Dody menjelaskan bahwa serangan tersebut datang dari sesuatu yang asing bagi anak bangsa namun ternyata memaparkan radikalisme.

Ada pula serangan pintar fate (kepercayaan) sebagai pemicu kemunculan kelompok yang berlebihan meyakini kepercayaannya, namun dalam pemahaman yang menyimpang.

"Serangan ini muncul karena Indonesia merupakan bangsa dengan agama yang beragam," ujar Dody.

Serangan pintar yang terakhir adalah fail, yaitu serangan ketika seseorang melakukan kesalahan berlebihan dan memicu dirinya terpapar radikalisme.

"Dengan pemahaman serangan pintar 10-F ini, kita punya wawasan baru bahwa radikalisme bukan hanya soal pikiran dan filosofi, melainkan juga persoalan makanan sampai kesalahan elementer," kata Dody.

Dari seluruh pemaparan itu, Dody pun berpesan agar anak bangsa Indonesia selalu mewaspadai aspek-aspek dalam 10-F itu. ***

Editor: Klasik Herlambang

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler