Baca Juga: Kandas di Babak Ketiga Australian Open, Naomi Osaka Kubur Impian Bertemu Ashleigh Barty
“Teman-teman mungkin melihat RUU IKN baru diusulkan Desember (2021) kemudian reses. Artinya teman-teman beranggapan Januari pada awal masa sidang bisa menyampaikan hasil kajiannya. Ternyata langsung disahkan.,” tutur Hanafi.
Itu mengurangi rentang waktu yang seharusnya dibutuhkan, karena publik termasuk para pengamat, butuh waktu membuat kajian dan melihat pasal-pasal yang diusulkan.
Hanafi mendorong DPR RI ke depan mempertimbangkan kembali metode “quick legislation” atau legislasi cepat yang digunakan saat menyetujui UU IKN.
“Quick legislastion itu proses biasa tetapi cepat. Itu saya kira perlu dikaji ulang. DPR perlu menjadikan panduan atau pelajaran berikutnya supaya jangan sampai legislasi mengabaikan hak-hak publik,” kata Hanafi.
Baca Juga: Istri Minta Ijin Nikah Lagi, Menjadi Penyebab Suami Kesal dan Nekat Menghabisi Nyawa Korban
Pembahasan suatu undang-undang terlampau cepat mengurangi partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).
“Meaningful participation itu dimandatkan dalam putusan MK yang terakhir terkait (putusan uji materiil) Omnibus Law. Ada tiga hak yang harus dipenuhi secara bersamaan, yaitu hak atas informasi, hak untuk terlibat, dan hak untuk menggugat,” sebut Hanafi.
Tiga hak itu, menurut Hanafi, merupakan wujud keterlibatan publik yang harus ada dalam tiap penyusunan undang-undang, termasuk UU IKN.***