Pembangunan Ibukota Baru Rawan Korupsi, Mantan Penasehat KPK Gugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi

4 Februari 2022, 14:25 WIB
/

WNC - JAKARTA – Pembangunan ibukota baru diperkirakan menghabiskan anggaan Rp501 Trilliun. Anggaran sebesar itu membuka celah-celah terjadinya praktik korupsi melalui pembangunan fisik yang dananya berasal dari APBN.

Terkait hal itu, Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua beserta 11 orang lainnya menggugat Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Berdasarkan laman resmi MK yang dipantau di Jakarta, Kamis, gugatan yang dilayangkan Abdullah Hehamahua dan kawan-kawan selaku pemohon, teregistrasi dengan Nomor 15/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022.

Para pemohon menamakan diri Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN),  menyebutkan sejumlah poin kerugian konstitusional di antaranya pemohon dirugikan secara potensial dalam penalaran yang wajar dapat terjadi apabila diberlakukannya Undang-Undang IKN.

Baca Juga: Banyak Pegawai Terpapar Covid-19, Kejati DKI Umumkan Lockdown dan Penghentian Layanan Publik

Tidak hanya itu, sebagai mantan penasihat KPK yang telah mengabdi selama 10 tahun, Abdullah mengatakan telah berupaya melakukan berbagai upaya mengurangi bahkan menghilangkan praktik-praktik korupsi di Indonesia.

Selain itu, pemohon I juga mengerti dan memahami celah-celah terjadinya praktik korupsi di Indonesia yang salah satunya melalui pembangunan fisik yang dananya berasal dari APBN.

"Perpindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan tentunya memerlukan pembangunan yang besar-besaran guna mendukung fasilitas di Ibu kota baru," bunyi keterangan pemohon.

Baca Juga: Pemkot Semarang Tegaskan Kebakaran Pasar Johar Relokasi Tidak Terkait Penataan

Ia menjelaskan dana yang diperlukan untuk pembangunan IKN baru adalah sebesar kurang lebih Rp501 triliun. Dengan dana yang begitu besar, akan membuka peluang untuk terjadinya korupsi.

Selain itu, pemohon yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (PKPN) pada Tahun 2001, merasa perlu memberikan saran atau partisipasi dalam proses pembentukan Undang-Undang IKN.

Pemohon juga berniat memberikan masukan upaya yang harus dilakukan pemerintah supaya pembangunan yang dilakukan di IKN baru terhindar dari praktik korupsi.

Baca Juga: Pelaku Percobaan Pemerkosaan di Tangerang Diringkus, Mengaku Nafsu Melihat Korban Tertidur

Namun, dengan proses penyusunan Undang-Undang IKN yang begitu cepat dan cenderung tergesa-gesa, serta tertutup menyebabkan hak pemohon terlanggar.

Selain Abdullah Hehamahua, 11 pemohon lainnya dalam pengajuan uji materi tersebut, yakni Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Taufik Bahaudin, Syamsul Balda.

Selanjutnya, Habib Muhsin Al Attas, Agus Muhammad Maksum, M. Mursalim R, Irwansyah dan yang terakhir Agung Mozin.***

Editor: Dwi Soewanto

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler