Hukuman Mati Maling Uang Rakyat, Jaksa Agung : Bentuk Manifestasi Kegalauan Korupsi

19 November 2021, 12:36 WIB
Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, menggagas hukuman mati bagi para pelaku maling uang rakyat. /Foto : kejari-asahan.kejaksaan.go.id/


WNC - JAKARTA - Jaksa Agung berencana menggagas hukuman mati para koruptor
adalah bentuk manifestasi kegalauan pemberantasan korupsi.

"Mengapa ribuan perkara sudah diungkap dan ribuan pelaku korupsi telah dipidana, tetapi justru kualitas dan tingkat kerugian negara justru semakin meningkat," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dalam webinar digelar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, secara daring, Kamis, 18 November 2021.

Menurut Burharuddiin perlu adanya pengkajian lebih dalam terkait penerapan hukuman mati bagi para koruptor.

Beragam upaya penegakkan hukum sudah dilakukan pihak kejaksaan. Seperti nenjatuhkan tuntuttan berat, sesuai tingkat kejahatan.

Selain itu, mengubah pola pendekatan dari "follow the suspect" menjadi "follow the money" dan "follow the asset", serta memiskinkan koruptor.

"Satu hal, harus direnungkan bersama, ternyata efek jera hanya mengena para terpidana untuk tidak mengulangi kejahatan. Efek jera ini belum sampai ke masyarakat, karena koruptor silih berganti, dan tumbuh dimana-mana," kata Burhanuddin.

Pihaknya memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi bertujuan agar tidak mengulang kesalahannya.

Namun, efek jera terhadap para maling uang rakyat tidak memberikan dampak pada masyarakat.

Tentu hal ini terlihat dari semakin maraknya kasus korupsi di Indonesia. Justru semakin menggurita, akut, dan sistemik. Hingga pandemi hukum yang telah masuk di setiap lapisan masyarakat.

"Ancaman penjeraan terberat dari perbuatan korupsi adalah hukuman mati. Ke depan perlu melakukan terobosan pemidanaan ini sebagai tonggak pemberantasan korupsi. Dan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat untuk jangan sekali-kali melakukan perbuatan korupsi," kata Burhanuddin.

Pengaruh sanksi pidana tidak hanya ditujukan kepada pelaku, namun juga memberikan dampak, dan mempengaruhi norma masyarakat.

"Perlu dipikirkan efek jera bagaimana dapat menjadi "warning" bagi masyarakat untuk tidak melakukan perbuatan korupsi," terangnya, dikutip WNC melalui Antara.

Burhanuddin menambahkan, satu insturmen patut dipertimbangkan untuk diterapkan dalam insturmen pidana mati, merupakan jenis pemidanaan terberat.

"Saya menaruh harapan khususnya bagi para civitas akademika untuk dapat ikut andil memberikan kajian sumbangsih, saran, solusi ke aparat penegak hukum untuk dapat menerapkan hukuman mati bagi koruptor," kata Burhanuddin.

"Saya yakin pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia akan semakin baik, tegas, dan terukur. Tentunya harapan bagi kita semua, Indonesia akan bebas dari pandemi hukum bernama korupsi ini," terangnya. ***

Editor: Indah Panca Kusumawati

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler