Versi yang banyak beredar yaitu tentang penolakan dan perlawanan Ki Ageng Mangir Wanabaya III yang berkuasa saat prajurit Mataram membuka hutan Mentaok membangun kerajaan Mataram Islam.
Ketika itulah di sisi selatan hutan diketahui ada sebuah perdikan bernama Mangiran dengan penguasanya dari keturunan Ki Ageng Mangir.
Saat Panembahan Senopati mendatanginya, Ki Ageng Mangir Wanabaya III menolak tunduk di bawah kekuasaan Mataram Islam dan tetap menyatakan sebagai daerah merdeka.
Secara historis keduanya memang berakar dari keturunan yang berseberangan, Wanabaya III dari garis Brawijaya V di Majapahit, sedangkan Panembahan Senopati dari Demak.
Namun pada akhirnya keturunan Ki Ageng Mangir berhasil dibunuh dan dimakamkan di kompleks pemakaman Kotagede.
Versi lain tentang gudeg manggar yakni ketertarikan puteri Panembahan Senopati, Gusti Kanjeng Ratu Pambayun ketika melihat banyaknya manggar yang tersembul di atas pohon kelapa.
GKR Pambayun kemudian memanfaatkan manggar-manggar tersebut dan meraciknya menjadi makanan, yang menurut Mooryati Sudibyo memiliki manfaat untuk kecantikan luar dan dalam.
Manggar yang tidak lain putik bunga kelapa merupakan embrio dari minyak dengan kandungan minyak rendah, sehingga tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Jika mengkonsumsi manggar, wajah akan menjadi lebih kinclong.
Cara memasak gudeg manggar sebenarnya sama dengan gudeg nangka, hanya butuh waktu lebih lama agar manggar menjadi lunak.