Terkait Kebebasan Pers, AJI Sampaikan Sepuluh Rekomendasi Catatan Akhir Tahun 2021 ke Presiden dan Kapolri

- 30 Desember 2021, 11:30 WIB
Sekjen AJI Indonesia, Ika Ningtyas sampaikan sepuluh rekomendasi catatan akhir Tahun 2021/
Sekjen AJI Indonesia, Ika Ningtyas sampaikan sepuluh rekomendasi catatan akhir Tahun 2021/ /Nikolas Panama/am./ANTARA

WNC - JAKARTA –Di penghujung 2021 ini, AJI menyampaikan sepuluh rekomendasi terkait kebebasan pers, kesejahteraan tenaga kerja dan profesionalisme jurnalis.

Sekjen AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Indonesia, Ika Ningtyas mengatakan,  sepuluh rekomendasi tersebut disampaikan kepada presiden dan pihak-pihak terkait sebagai laporan catatan akhir tahun 2021.

"Rekomendasi ini terkait kebebasan pers, ketenagakerjaan atau kesejahteraan dan profesionalisme jurnalis," katanya di kutip WNC melalui Antara di Jakarta, Rabu, 29 Desember 2021.

Sepuluh rekomendasi itu diantaranya AJI mendesak presiden Joko Widodo dan Kapolri melakukan reformasi di tubuh Polri.

Baca Juga: Oknum Aparat Melarang Wartawan dan Suporter Ambil Gambar saat Konvoi Rayakan Kemenangan Persis Solo

Pasalnya, personel polisi selalu menjadi aktor kekerasan terhadap jurnalis hampir setiap tahun.

"Termasuk di tahun 2021, sebanyak 12 kasus dalam catatan AJI di mana pelakunya adalah oknum polisi," kata Ika menegaskan.

Ika mengatakan reformasi diperlukan untuk menjadikan polri lebih profesional, tidak melakukan kekerasan dan memproses seluruh kasus kekerasan terhadap jurnalis yang mangkrak di kepolisian.

"Dari 43 kasus kekerasan sepanjang tahun 2021, hanya satu kasus yang pelakunya diadili di pengadilan," ungkap Ika.

Baca Juga: Seorang Wartawan Menjadi Korban Penembakan Exit Tol Bintaro, Pelaku Masih Diperiksa Intensif

Aparat penegak hukum perlu memastikan orang yang melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers, dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah.

Hal itu kata dia, seperti yang diatur dalam Pasal 18 UU Pers dan guna memastikan peristiwa sama tidak terulang kembali.

Pemerintah dan DPR agar menghapus pasal-pasal bermasalah yang mengancam kebebasan pers dalam RUU ITE yang akan dibahas setelah masa reses DPR.

Surat Presiden (Surpres) pembahasan RUU ITE dan lampiran naskahnya telah dikirim 16 Desember 2021.

Baca Juga: 17 Saksi di Diperiksa, Terkait Kasus Kebakaran Meludeskan Rumah Wartawan di Aceh Tenggara

Dewan Pers perlu memperkuat nota kesepahaman dengan lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan dan Mahkamah Agung.

Sebab kata Ika, Aji masih mencatat bahwa produk jurnalis yang sudah dinyatakan Dewan Pers sebagai karya jurnalistik tetap diproses pidana oleh kepolisian.

"Beberapa diantaranya divonis bersalah oleh pengadilan seperti jurnalis berita.news Muhammad Asrul serta jurnalis banjarhits.id Diananta Putra," ungkap Ika.

Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Kapolri akan berakhir pada 9 Februari 2022, sehingga bisa jadi momentum Dewan Pers untuk menindaklanjuti dan menperkuat MoU itu.

Baca Juga: Kebebasan Pers Terancam! 293 Jurnalis Dipenjara, 24 Gugur saat Liputan dan 18 Tewas Misterius Sepanjang 2021

AJI Indonesia meminta DPR dan pemerintah membatalkan omnibus law atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunananya. UU itu banyak merugikan buruh termasuk jurnalis.

Kata dia, jurnalis yang mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi di tengah pandemi, terancam kehilangan pekerjaan akibat UU tersebut.

Selanjutnya, Kementerian Ketenagakerjaan perlu meningkatkan pengawasan kepada perusahaan media untuk memastikan hak-hak pekerja media terpenuhi.

AJI mendesak perusahaan media, bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan pekerja media, sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk memberikan pendampingan jurnalis korban kekerasan.

Baca Juga: Musium Rekor Indonesia Catat PRMN dengan 4000 Lebih Jurnalis Digital Bergabung dalam 2 Tahun Terakhir

"Kami mengingatkan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan yang disahkan Dewan Pers. Perusahaan media harus memberikan perlindungan kepada jurnalis dan keluarga korban kekerasan," jelas Ika.

AJI meminta jurnalis dan pekerja media membentuk atau bergabung dengan serikat pekerja, baik di perusahaan atau pun lintas perusahaan untuk memperjuangkan haknya.

Kata Ika, kebutuhan untuk berserikat mendesak karena lembaga bantuan hukum seperti LBH Pers dan YLBHI memiliki keterbatasan untuk memperkuat kerja-kerja advokasi kasus ketenagakerjaan

Perusahaan media, organisasi pers, dan Dewan Pers membuat pendidikan-pendidikan jurnalis untuk meningkatkan profesionalisme dan pemahaman tentang kode etik.

Baca Juga: Dua Tahun PRMN, Content Creator Jadi Profesi Jurnalis Digital Impian Masa Depan Kelompok Milenial

Upaya ini juga dapat diperkuat dengan menyusun pedoman pemberitaan seperti ramah gender dan anak yang kerap diabaikan media.

Terakhir kata dia, masyarakat perlu menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Masyarakat dapat menggunakan hak jawab, hak koreksi, atau melapor sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh Undang-Undang Pers dalam penyelesaian sengketa pers.***

Editor: Dwi Soewanto

Sumber: ANTARA


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah