Lebih lanjut, Tundjung yang juga dosen di Program Studi (Prodi) S-1 Ilmu Sejarah FIB UNS menerangkan, boneka arwah dalam kebudayaan Jawa divisualisasikan sebagai manusia.
Oleh karenanya, boneka arwah memiliki bagian-bagian tubuh layaknya manusia, seperti kepala yang terbuat dari bathok (tempurung kelapa) atau dari irus (pengaduk sayur).
Kemudian, untuk bagian tangan boneka arwah biasanya dibuat dari kayu yang disilangkan dan diberikan kain untuk bajunya.
“Hanya, permainannya dengan menggunakan isyarat tulisan dan tidak dapat dialog secara audiovisual dalam berkomunikasi antara arwah dengan pembuat atau pemiliknya,” ujarnya.
Ia menerangkan, jika boneka arwah seperti Jalangkung ingin dimainkan maka pemainnya harus lebih dari satu orang.
Nantinya, salah satu pemain akan bertugas sebagai pemanggil atau orang yang menghantarkan kehadiran arwah. Sementara pemain lainnya bertugas memegangi boneka arwah agar tetap berdiri.
“Ada kepercayaan bahwa orang-orang tertentu yang hanya bisa memainkan boneka arwah itu sesuai pemahaman dan kepercayaan masyarakat lingkungannya karena mungkin terbiasa saja bermain boneka arwah seperti Jalangkung itu,” pungkasnya. ***