Artis Adopsi Boneka Arwah, Apakah Fenomena itu Lumrah? Begini Tanggapan Pemerhati Budaya UNS

- 5 Januari 2022, 07:03 WIB
Tangkapan layar akun IG @ivan_gunawan yang menggendong boneka bayi. Akhir-akhir ini fenomena maraknya artis mengadopsi boneka bayi menjadi sorotan masyarakat.
Tangkapan layar akun IG @ivan_gunawan yang menggendong boneka bayi. Akhir-akhir ini fenomena maraknya artis mengadopsi boneka bayi menjadi sorotan masyarakat. /WNC/@ivan_gunawan

WNC — SOLO —  Pemerhati budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drs. Tundjung Wahadi Sutirto, M.Si, menanggapi viralnya artis mengadopsi boneka arwah.

Seperti diketahui, belakangan ini warganet dihebohkan dengan pemberitaan sejumlah artis yang mengadopsi boneka arwah atau spirit doll sebagai anak mereka.

Hal ini bermula ketika salah satu artis yang juga desainer mulai aktif memposting foto bersama dua boneka arwahnya ke akun Instagram sejak Desember 2021 lalu.

Layaknya seorang ayah, ia memperlakukan dua boneka arwahnya seperti bayi sungguhan. Dipakaikan baju bayi, dibuatkan akun Instagram pribadi, hingga ada newborn photoshot khusus untuknya.

Baca Juga: Artis CA dan 3 Orang Mucikari Jadi Tersangka Kasus Prostitusi Online, Ditangkap di Kawasan Jakarta Pusat

Karena keputusan artis tersebut ramai diperbincangkan warganet, membuat beberapa pemuka agama dan psikolog ikut berkomentar.

Bahkan, sebagian warganet mengaitkan keberadaan dua boneka arwah itu dengan hal-hal berbau mistis.

Benarkah demikian ? Apakah fenomena memiliki boneka arwah di Indonesia khususnya di tanah Jawa lumrah?

Seperti dikutip WNC dari uns.ac.id, Selasa, 4 Januari 2022, Tundjung menyebutkan fenomena boneka arwah di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru.

Ia mencontohkan, di kebudayaan Jawa boneka yang dipercaya sebagai media mendatangkan arwah adalah Jalangkung. Sedangkan, di daerah lain disebut Nini Thowok atau Nini Thowong.

Baca Juga: 4 Personil Redaksi Portal Online Temui Ben Joshua, Buntut Salah Menginisial Artis BJ Terlibat Narkoba

Tundjung mengemukakan jalangkung terbuat dari gayung atau di Jawa disebut  siwur (alat untuk mandi) terbuat dari bathok (kulit kelapa) dan diberikan rangka kayu untuk tangan.

Kalau Jalangkung itu dipersonifikasikan sebagai figur laki-laki maka boneka arwah yang personifikasinya perempuan disebut Nini Thowok,” ujar Tundjung.

Pengaruh Kebudayaan

Tundjung mengatakan, keberadaan boneka arwah dalam mitologi Jawa erat kaitannya dengan perkembangan animisme dan dinamisme.

Dalam berbagai khasanah dan pustaka sejarah disebutkan sejak zaman Mesolitikum sudah muncul kepercayaan terhadap kekuatan roh.

Hadirnya paham Hindu-Budha semakin memperkaya kepercayaan terhadap roh. Hal ini, mendorong manusia hidup dan membangun harmonisasi dengan entitas roh.

Hasil harmonisasi itulah yang kemudian melahirkan perilaku menghadirkan roh dalam visualisasi diri orang dan boneka atau benda bertuah.

“Dalam tradisi seni pertunjukkan menghadirkan roh dalam penampilannya banyak dijumpai di Jawa seperti Jathilan, Sintren, Jaran Kepang dan sebagainya,” kata Tundjung.

Ia menyampaikan, kisah dalam dunia pewayangan juga memperkuat kepercayaan penjelmaan roh pada alam kehidupan duniawi.

Tidak hanya itu, Tundjung menyebut ada boneka arwah bernama Ca Lai Gong dalam kebudayaan Tiongkok dipercaya dapat menghadirkan arwah.

Boneka arwah di Tanah Jawa

Tundjung menerangkan, tidak ada momentum khusus merujuk kepopuleran boneka arwah. Meski begitu, penggunaan kekuatan spiritual dalam konteks historis perilaku kerap muncul saat masa-masa krisis.

Ia mencontohkan, ketika terjadi krisis ekonomi 1929, muncul dan populer visualisasi makhluk halus yang disebut dengan Nyi Blorong.

Kemudian di era revolusi Indonesia pascakemerdekaan, mulai muncul banyak aliran kebatinan yang menjadi era suburnya kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.

Penggunaan Boneka Arwah

Tundjung menjelaskan, dalam khasanah kebudayaan Jawa boneka arwah dijadikan media untuk mengetahui hal-hal gaib yang berada di luar kemampuan kesadaran manusia.

Bahkan, boneka arwah disebut Tundjung bisa digunakan menyakiti orang. Dalam praktik santet dan teluh, bagian tubuh boneka arwah bisa direkayasa untuk menyakiti orang yang dijadikan target.

“Misalnya, dengan ditusuk kemudian sasaran korban juga akan tersakiti. Tetapi, tidak sedikit yang menggunakan media boneka arwah seperti Jalangkung itu untuk iseng permainan di kala bulan purnama,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Tundjung yang juga dosen di Program Studi (Prodi) S-1 Ilmu Sejarah FIB UNS menerangkan, boneka arwah dalam kebudayaan Jawa divisualisasikan sebagai manusia.

Oleh karenanya, boneka arwah memiliki bagian-bagian tubuh layaknya manusia, seperti kepala yang terbuat dari bathok (tempurung kelapa) atau dari irus (pengaduk sayur).

Kemudian, untuk bagian tangan boneka arwah biasanya dibuat dari kayu yang disilangkan dan diberikan kain untuk bajunya.

“Hanya, permainannya dengan menggunakan isyarat tulisan dan tidak dapat dialog secara audiovisual dalam berkomunikasi antara arwah dengan pembuat atau pemiliknya,” ujarnya.

Ia menerangkan, jika boneka arwah seperti Jalangkung ingin dimainkan maka pemainnya harus lebih dari satu orang.

Nantinya, salah satu pemain akan bertugas sebagai pemanggil atau orang yang menghantarkan kehadiran arwah. Sementara pemain lainnya bertugas memegangi boneka arwah agar tetap berdiri.

“Ada kepercayaan bahwa orang-orang tertentu yang hanya bisa memainkan boneka arwah itu sesuai pemahaman dan kepercayaan masyarakat lingkungannya karena mungkin terbiasa saja bermain boneka arwah seperti Jalangkung itu,” pungkasnya. ***

Editor: Nadhiroh

Sumber: uns.ac.id


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah