Gegara Disebut Politisi Demokrat D.N Aidit Tranding di Twitter, ini Profil dari Tokoh PKI

- 15 Oktober 2022, 19:28 WIB
Ilustrasi PKI DN Aidit.
Ilustrasi PKI DN Aidit. /Yuyun Datalamon/

WONOGIRIUPDATE - Belum lama ini nama Tokoh PKI, D.N Aidit sedang trending di sosial media Twitter.

Lantaran nama dari tokoh PK ini, disebut oleh Andi Arief Politisi dari partai Demokrat.

Dalam cuitan yang ditulis melalui akun Twitter milik pribadinya, Andi Arief menyebut tokoh PKI tersebut, dan menyamakannya dengan seseorang yang namanya mirip dengan Sekjen partai.

Hal itu diunggah melalui akun Twitter miliknya @Andiarief_ pada Kamis 13 Oktober 2022.

Baca Juga: Awas Data di Twitter Bocor, Cegah dengan 6 Tips ini untuk Melindunginya

Berita ini dikutip dari Mantra-Sukabumi.com dalam judul "Profil D.N Aidit, Tokoh PKI Trending di Twitter Gegara Disebut Politisi Demokrat"

"Cara2 hasto memperlakukan lawan-lawan politik mirip cara-cara DN Aidit di tahun i964," cuit Andi Arief.

Berikut profil D.N Aidit, dirangkum mantrasukabumi.com dari berbagai sumber.

Dipa Nusantara Aidit atau dikenal juga dengan D.N. Aidit 30 Juli 1923 – 22 November 1965 adalah seorang pemimpin senior Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Lahir dengan nama Achmad Aidit di Pulau Belitung, ia akrab dipanggil Amat oleh orang-orang yang akrab dengannya. Aidit mendapat pendidikan dalam sistem kolonial Belanda.

Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut serta memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPRS mewakili rakyat Belitung.

Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan, "Nurul Islam", yang berorientasi kepada Muhammadiyah. Adapun ibu DN Aidit bernama Mailan.

Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit.

Kemudian dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja.

Dari Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.

Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang ("Handelsschool"). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia).

Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin.

Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad menjadi anak didik kesayangan Hatta.

Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.

Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan.

Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Sukarno, ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua.

Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan Tiongkok.

Aidit berhasil mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.

Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia.

Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer.

Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka.

Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting di Indonesia.

Pada 1965, PKI menjadi partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani dalam memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan.

Baca Juga: Awas Data di Twitter Bocor, Cegah dengan 6 Tips ini untuk Melindunginya

Pada tanggal 30 September 1965 terjadilah tragedi nasional yang dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang perwira. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.

Pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto mengeluarkan versi resmi dia bahwa PKI-lah pelakunya, dan sebagai pimpinan partai, Aidit dituduh sebagai dalang peristiwa ini.

Tuduhan ini tidak sempat terbukti, karena Aidit meninggal dalam pengejaran oleh militer ketika ia melarikan diri ke Yogyakarta dan dibunuh di sana oleh militer.

Kematian dan kontroversi
Ada beberapa versi tentang kematian DN Aidit ini. Menurut versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali.

Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam sebelum dibunuh.

Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka.

Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati. versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat ia ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya dimakamkan.

Selain kematiannya, kelahiran Aidit pun bermacam-macam versi. Beberapa mengatakan Aidit kelahiran Medan, 30 Juli 1923 dengan nama lengkap Dja'far Nawi Aidit.

Keluarga Aidit konon berasal dari Maninjau, Sumatra Barat yang pergi merantau ke Belitung, Namun banyak masyarakat Maninjau tidak pernah mengetahui dan mengakui hal itu.*** (Fery Firmansyah/Mantra-Sukabumi)

Editor: Saepul Rohman

Sumber: Mantra Sukabumi


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah