Sebab negara yg didirikan Nabi itu kepala negaranya (eksekutif) Nabi, Pembentuk aturan hukum (Legislatif) Allah dan Nabi, dan yang menghakimi atas kasus konkret (yudikatif) adalah Nabi sendiri.
“Lah, keyakinan kita Muhammad adalah Nabi terakhir dan takkan ada lagi wahyu atau sunnah yg bisa menjadi produk legislasi. Jadi tdk bisa kita mendirikan sistem bernegara seperti diselenggarakan Nabi,” jelas Mahfud.
Tepatnya tak boleh lagi membentuk negara yg langsung dipimpin oleh Nabi dan hukumnya langsung dari Allah.
Sudah takkan ada lagi Nabi yg bisa memimpin negara. Sekarang sistem bernegara hanya bisa dibentuk dan dilakukan melalui ijtihad.
Baca Juga: Serial Pretty Little Liars 2 akan Tayang Perdana di 16 Negara pada Pertengahan April 2022
Dikatakan, NKRI merupakan contoh produk ijtihad yang memenuhi tuntutan syar'i dan menjadi "dar al mietsaq (NU/MUI) atau "dar al ahdi wa al syahadah (Muhammadiyah). Makanya didukung jumhur ulama dan ormas-ormas Islam yang besar.
Oleh sebab itu, lanjut Mahfud, menjadi fakta hukum, bahwa semua "sistem" ketatanegaraan setelah Nabi wafat dibentuk berdasar hasil ijtihad ulama, kaum muslimin, sesuai dgn kebutuhan waktu dan tempat.
“Tak pernah ada negara (termasuk zaman khikafah) yang sama dgn yang didirikan Nabi, sistem dan struktur yang pernah ada semua selalu berbeda dari zaman Nabi, termasuk pada era al Khulafa' al Rasyidun,” tutur Mahfud MD. ***