Masjid Darussalam Sukoharjo, Diyakini sebagai Persinggahan Pangeran Diponegoro pada Masa Perjuangan

- 17 April 2022, 20:33 WIB
Masjid Darussalam di Dusun Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah./
Masjid Darussalam di Dusun Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah./ /jatengprov.go.id

WNC - SUKOHARJO – Masjid Darussalam di Dusun Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, diyakini masyarakat sebagai tempat persinggahan Pangeran Diponegoro di sela perjuangannya melawan penjajah.

Itu dibuktikan dengan adanya sebuah sumur yang ditutupi kaca bertuliskan ‘Sumur Kyai Pleret’ yang dipercaya sebagai senjata tombak milik Pangeran Diponegoro.

Tokoh masyarakat Kedunggudel, Sehono menyebut, Kyai Pleret sebenarnya nama dapur tombak untuk melegitimasi raja.

“Di Jawa itu salah satunya harus ada tombak Kiai Pleret. Nah yang melambangkan itu kekuasaan. Sumur Kyai Pleret itu istilahnya kalau Jawa nunggak semi, menirulah nama tombak itu,” kata Sehono dikutip WNC dari situs jatengprov.go.id.

Menurut dia, sumur itu digunakan untuk menyimpan harta perang dari Susuhunan Pakubuwana VI (PB VI) kepada Pangeran Diponegoro.

Baca Juga: Mahasiswa Arsitektur Fakultas Tehnik UNDIP Raih Juara Pertama di Pekan Tilawatil Qur’an LPP RRI Semarang

“Jadi wilayah perang Pangeran Diponegoro kan luas sekali, hampir separuh Jawa. Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari Kasunanan Surakarta pada masa PB ke VI,” tambahnya.

Sehono menuturkan, dari referensi yang diketahuinya, masjid ini dibangun seorang ulama asal Lombok yang makamnya berada di belakang masjid. 

Kiai Lombok merupakan santri dari Wali Songo yang berasal dari Pulau Lombok. Masjid tersebut dibangun pada Ahad Pon bertepatan 20 Agustus 1837.

Konon, masjid Darussalam pernah dihujani bom jenis kanon sebanyak 21 kanon. Namun tak satupun yang berhasil meledak. Tujuan Belanda ketika itu, untuk membumihanguskan Kedunggudel.

Baca Juga: Tak Tahan Bau Busuk Limbah PT RUM Sukoharjo, Warga Desa Pukul Kentongan Titir Tanda Bahaya

“Mbah-mbahku mbiyen critane kanon kui sak jantung pisang (Nenek moyangku dulu cerita kanon itu ukurannya sama seperti jantung pisang). Itu kalau 21 kali enggak ada yang meletus, itu kebeneran atau kebeneran itu,” jelasnya.

Dusun Kedunggudel sendiri, secara geografis dekat Bengawan Solo. Kemungkinan besar, kata Sehono, Kedunggudel sudah ada sebelum agama Islam masuk.

Dia pernah menemukan batu bata merah ukuran besar dari dalam tanah.

“Jejak sejarah yang ada di sini, saya menemukan batu bata merah itu, berarti menandakan bahwa kampung dan peradaban di sini mungkin sudah ada sejak zaman Majapahit,” kata Sehono.***

Editor: Dwi Soewanto

Sumber: Jatengprov.go.id


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah