Shin Tae-yong Bawa Perubahan Besar Skuad Garuda, Indonesia Berambisi Akhiri Paceklik Gelar

- 27 Desember 2021, 17:34 WIB
Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-Yong dan ambisi Indonesia mengakhiri paceklik gelar.
Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-Yong dan ambisi Indonesia mengakhiri paceklik gelar. /WNC/antaranews.com

WNC - SINGAPURA - Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong menyatakan tak apa-apa bermain agresif sepanjang tak menyakiti lawan.

Shin menilai tim-tim Asia Tenggara kurang agresif.

Pernyataan Shin itu menanggapi ESPN  terkait kritik penggemar tim lawan bahwa Indonesia terlalu agresif selama Piala AFF 2020.

Dia tak beranggapan pemain telah bermain terlalu agresif.

Baca Juga: Akun Presenter TV Swasta Diserbu Netizen usai Sebut Timnas Tak Layak Menang di Piala AFF Suzuki 2020

Justru, imbuh Shin, salah satu hal yang dipelajari dari sepak bola Asia Tenggara saat pertama kali  menangani Indonesia, para pemain kurang begitu agresif.

"Pendekatan fisik hal yang mesti kami ambil, jadi saya sama sekali tak memasalahkannya," ujar Shin seperti dikutip WNC dari antaranews.com.

Shin mengemukakan karena bermain agresif itu pula pertandingan yang dimainkan Indonesia menjadi terasa lebih menyengat, lebih menghibur, dan memacu adrenalin.

 

Indonesia terlihat seperti menampilkan wajah khas sepakbola Korea yang ngotot, terus menekan, tidak percaya diri, dan bermain dalam semangat team work yang kuat.

Sepanjang Piala AFF ini Asnawi Mangkualam cs bermain dalam semangat yang tinggi sampai tak ragu beradu fisik untuk merebut bola dan menjarah area lawan.

Sungguh karakter intervensi baik, berasal dari budaya sepakbola yang puluhan tahun belakangan membuat Korea Selatan berbicara banyak di tingkat regional dan internasional.

Bermain penuh percaya diri yang paling menarik untuk dicermati.

Aspek ini sering menjadi faktor pembeda saat dua tim bertanding.

Dan Indonesia memiliki aspek itu saat ini yang bahkan merata.

Baca Juga: Piala AFF Suzuki 2020, Tim Bekerja Sangat Keras, Shin Tae-yong Sayangkan Dua Gol Singapura dari Set Piece

Gambaran paling kuat dijelaskan untuk adanya kepercayaan diri yang tinggi itu adalah kiper Nadeo Argawinata.

Terutama saat mementahkan tendangan penalti Faris Ramli dalam leg kedua semifinal melawan Singapura yang berkesudahan 4-2 Sabtu malam lalu.

Ketika Singapura tinggal sejengkal lagi mencapai final Piala AFF,

Sejak sebelum Faris mengambil ancang-ancang mengeksekusi penalti itu, Nadeo terlihat sama sekali tak tertekan

Meskipun saat itu dialah yang paling menentukan nasib Indonesia selanjutnya.

Boleh saja Indonesia menang karena menghadapi tim yang tiga pemainnya terkena kartu merah.

Tetapi itu tak menghilangkan fakta bahwa Indonesia memang bermain bagus dan menjadi pihak yang lebih bisa mengelola emosi dan tekanan.

Indonesia juga menjadi tim yang paling api yang terlihat dari 18 gol yang dibuat sejauh ini dibandingkan dengan tim mana pun dalam Piala AFF 2020 ini.

ShinBaca Juga: Kerja Keras Luar Biasa! Piala AFF Suzuki 2020, Skuad Garuda Libas The Lion 4 -2, Indonesia Lolos ke Final

Tangan dingin Shin tampaknya secara perlahan memberi identitas baru untuk sebuah tim yang kini akrab dalam penekanan, ngotot dan penuh percaya diri.

Predikat ini juga sering dimiliki tim besar, termasuk Korea Selatan yang berlangganan putaran final Piala Dunia.

Bahkan pernah merasakan semifinal Piala Dunia 2002 dan 16 Besar Piala Dunia 2010.

Shin salah menjadi satu bagian dari wajah sepakbola modern negara itu, baik saat sebagai pemain maupun saat sebagai pelatih.

Selama 13 musim bermain, Shin mencetak 99 gol dan 68 assist dari total 401 pertandingan untuk Ilwha Chunma yang enam kali juara Liga Korea.

Karir kepelatihannya tak kalah menarik. Akhir 2008, dia memulainya bersama Seongnam FC yang juga sukses seperti saat dia berstatus.

Setelah Piala Dunia Brazil 2014, dia mengisi sementara kursi pelatih timnas.

Februari 2015 dia diserahi tugas mengasuh Korsel U-23 dan berhasil mengantarkan Laskar Taeguk mencapai perempat final sepakbola Olimpiade Rio 2016.

Prospek besar

Dua tahun kemudian pada 2017 Shin ditunjuk memimpin Korea Selatan yang gagal masuk putaran final Piala Dunia 2018.

Keputusan tersebut diambil setelah negara itu memecat pelatih asal Jerman yang juga mantan pemain kesohor, Uli Stielike.

Dua pertandingan sulit menanti Shin. Pertama, menjamu Iran yang tak bisa membuka Korsel selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Piala AFF 2020, Siap Turun di Semifinal Kedua, Egy : Tetap Support dan Doakan Kami

Kedua, bertandang ke Uzbekistan yang di ambang mewujudkan mimpi lolos Piala Dunia untuk pertama kalinya.

Sungguh misi yang mustahil. Bukan saja karena dua lawannya itu.

Namun, kondisi skuad Korea yang saat itu menjemukan, tidak kreatif, dan kehilangan motivasi.

Ternyata Shin sukses membawa negaranya ke putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia.

Di sana, pasukan Shin membantai juara bertahan Jerman 2-0, tapi kemudian kalah tipis dari Meksiko dan Swedia dalam dua laga fase grup berikutnya.

Shin berhasil membentuk kembali tim yang tadinya dihancurkan menjadi kekuatan padu yang diperhitungkan lawan.

Ini resume yang menarik, termasuk bagi Indonesia yang merekrut dia akhir Desember 2019.

Saat dikontrak Indonesia, timnas sudah lima kali kalah berturut-turut dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2020, Grup G Zona Asia, sehingga sudah pasti lolos.

Shin sempat membuat Indonesia memperoleh poin pertama ketika menahan seri Thailand 2-2 dalam kualifikasi yang dilanjutkan setelah pandemi sepanjang tahun 2020.

Memang kemudian kalah besar dari Vietnam dan Uni Emirat Arab pada Juni.

Ketika persiapan atlet seluruh dunia terganggu pandemi, tetapi dalam Piala AFF, Indonesia menjadi tim yang berubah.

Malaysia yang dua kali mengalahkan Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia 2022, ditelan 4-1 pekan lalu.

Vietnam yang  dua kali mengalahkan Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia Qatar, ditahan seri 0-0 dalam laga fase grup Piala AFF 2020 lainnya.

Ini menjelaskan ada perkembangan besar dalam tim Indonesia di mana Shin menjadi bagian instrumental dalam perubahan ini.

Sudah lima kali Indonesia menjadi runner up Piala AFF yang tiga di antaranya karena Thailand menjadi lawan Indonesia dalam final Piala AFF kali ini.

Satu dari tiga kekalahan melawan Thailand pada edisi-edisi terdahulu terjadi karena adu penalti, sedangkan pada final 2016, Indonesia kalah agregat satu gol.

Thailand memang tim yang paling sulit dibobol Piala AFF 2020, tetapi Indonesia juga bukan lagi tim yang pernah mereka kalahkan dalam kualifikasi Piala Dunia 2022.

Menumbangkan Malaysia dan menahan seri Vietnam adalah petunjuk grafik permainan skuad Garuda tengah meningkat.

Dalam soal teknik, sejak lama Indonesia sama sekali bukan tim yang tertinggal. Lima kali masuk final Piala AFF sebelumnya adalah buktinya.

Aspek teknik itu sekarang telah dilengkapi dengan kepercayaan diri tinggi yang bisa sangat penting saat menghadapi Thailand dalam final nanti.Baca Juga: Piala AFF Suzuki 2020, Nobar Keluarga dan Paspampres, Wapres: Terima Kasih Pelatih dan Pemain Timnas Indonesia

Ditambah waktu istirahat yang lebih lama yang bisa membuat kondisi fisik lebih baik dan waktu lebih dari untuk Shin dalam meramu taktik paling jitunya.

Prospek besar dahaga gelar selama 30 tahun sudah menanti Indonesia.

Terakhir kali Indonesia turnamen besar adalah saat memenangkan medali emas sepakbola SEA Games 1991 di Filipina.

Kini waktunya timnas mengkapitalisasi grafik meningkat belakangan ini.

Raihan trofi turnamen besar pertama dalam tiga dekade yang bisa meretas jalan sukses dalam turnamen lain, termasuk SEA Games tahun depan di Vietnam. ***

Editor: Nadhiroh

Sumber: antaranews.com


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah