TGIPF akan Melapor Ke Jokowi Hasil dari Tragedi Kanjuruhan dan Meminta PSSI Tanggung Jawab Moral

15 Oktober 2022, 14:45 WIB
Doni Monardo (kiri) memimpin Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) saat investigasi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Jumat (7/10/2022). Dari hasil investigasi sementara yang dilakukan TGIPF ditemukan fakta bahwa ada pintu stadion yang terkunci saat tragedi Kanjuruhan terjadi. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc. /ARI BOWO SUCIPTO

 

WONOGIRIUPDATE - Mahfud MD selaku Ketua dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, akan melakukan pelaporan pada Presiden Jokowi terkait Tragedi Kanjuruhan.

Ketua TGIPF tersebut, juga meminta pada pemimpin PSSI untuk bertanggung jawab pada Tragedi Kanjuruhan secara moral.

Berdasarkan hasil pemeriksaan TGIPF menurut Mahfud MD, semua pemangku kepentingan terkait saling menghindar dari tanggung jawab. Semua berlindung di bawah aturan-aturan dan kontrak-kontrak yang secara formal sah.

Baca Juga: 5 Orang dengan Kematian Aneh dalam Sejarah, Nomor 2 Meninggal di Tengah Tawa

Berita ini dikutip dari Pikiran-Rakyat.com dalam judul "TGIPF Minta PSSI Bertanggung Jawab Secara Hukum dan Moral atas Tragedi Kanjuruhan"

"Oleh sebab itu, saya sampaikan kepada presiden untuk semua temuan dan rekomendasi untuk stakeholder bagi yang dari pemerintah, Kemenpora, Kemenkes dan lain sebagainya telah kami tulis dalam 124 halaman laporan. Dalam catatan dan rekomendasi itu, kami juga sebutkan, jika kita selalu mendasarkan diri kepada aturan formal, maka semua menjadi tidak ada yang salah," tuturnya, dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat 14 Oktober 2022.

Dia menjelaskan, yang satu mengatakan bahwa aturannya sudah dilaksanakan. Lalu, pihak lain mengatakan sudah kontrak dan yang lain menyebutkan sudah sesuai dengan statuta FIFA.

Sehingga, di dalam catatan mereka disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab, begitu pula sub-sub organisasinya.

“Bertanggung jawab itu, pertama berdasarkan aturan-aturan resmi. Kedua, berdasarkan moral. Karena kalau tanggung jawab berdasarkan aturan itu namanya tanggung jawab hukum. Namun, hukum itu sebagai normal sering kali tidak jelas dan sering dimanipulasi, maka naik ke azas. Tanggung jawab asas hukum itu, salus populis suprema lex ‘keselamatan rakyat itu adalah hukum yang lebih tinggi dari hukum yang ada’. Ini sudah terjadi keselamatan rakyat, publik telah terinjak-injak," tuturnya.

Selain itu, ada tanggung jawab moral. Hal itu digarisbawahi presiden bahwa Polri harus meneruskan penyelidikan tindak pidana terhadap orang-orang yang diduga kuat terlibat dan harus ikut bertanggung jawab secara pidana. Dia mengatakan, ada banyak temuan dari timnya yang bisa didalami oleh Polri.

"Adapun tanggung jawab moral, dipersilakan masing-masing lembaga melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia Indonesia yang berkeadaban. Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, tetapi dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran komite eksekutif mengundurkandiri," kata Mahfud.

Menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional, pemangku kepentingan PSSI diminta untuk melakukan percepatan kongres atau menggelar kongres luar biasa (KLB).

Hal itu untuk menghasilkan ke pemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggung jawab, dan bebas dari konflik kepentingan.

Izin liga TGIPF dalam rekomendasinya juga meminta pemerintah tidak memberikan izin pertandingan liga sepak bola profesional di bawah PSSI yakni Liga 1, Liga 2, dan Liga 3.

Hal itu dilakukan sampai dengan adanya perubahan dan kesiapan signifikan PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepak bola di tanah air.

TGIPF pun memberikan enam kesimpulan yang ditujukan kepada PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), panitia pelaksana, security officer (SO), aparat keamanan, dan suporter.

Terkait PSSI, tim menilai mereka tidak melakukan sosialisasi/pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan. Baik kepada panitia pelaksana, aparat keamanan, dan suporter.

Hal lainnya, tidak menyiapkan personel match commissioner yang memahami tentang tugas dan tanggung jawabnya dan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dalam mempersiapkan dan melaksanakan pertandingan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku.

Lalu, PSSI dinilai tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif penyelenggaraan Liga 1.

Selain itu, ditemukan adanya keengganan PSSI untuk bertanggung jawab terhadap berbagai insiden/musibah dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin di dalam regulasi PSSI (regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan.

Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Liga oleh PSSI, adanya regulasi PSSI yang memiliki potensi conflict of interest di dalam struktur kepengurusan khususnya unsur pimpinan PSSI (executive committee) yang diperbolehkan berasal dari pengurus/pemilik klub.

Ketika awak media menyambangi Kantor PSSI di GBK Arena, Senayan, Jakarta, kemarin sore, Wakil Sekretaris Jenderal PSSI Maaike Ira Puspita menyatakan bahwa pihaknya terlebih dahulu akan menggelar rapat baru kemudian memberikan pernyataan resmi.*** (Pikiran-Rakyat/Wina Setyawatie)









Editor: Saepul Rohman

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler