WNC – LUMAJANG – Minggu Pagi, 4 November 2021 sekitar pukul 08.00, merupakan hari terakhir Ali bertemu keluarga di Desa Sumberwuluh, Lumajang. Sejak Erupsi Gunung Semeru pada sore harinya, Ali tak pernah kembali hinga kini.
Di rumah Irus, kakak perempuannya yang persis di pinggir Jalan Raya Candipuro, Ali pamit hendak berangkat kerja sebagai kuli pasir di daerah aliran sungai kawasan Kampung Renteng, Sumberwuluh, seperti hari-hari biasanya.
Di area pertambangan berjarak satu kilometer dari rumah sang kakak. Ali bekerja. Tugasnya memindahkan pasir dari DAS ke bak truk.
"Tapi ada yang tidak biasa pagi itu. Saya ajak bicara seperti ndak nyambung, lalu diam dan tiba-tiba pergi sambil menyalakan motor ke tempat kerja," tutur Irus sembari menghela nafas dan memejamkan mata sebentar.
Baca Juga: Korban Erupsi Gunung Semeru Bertambah, 39 Meninggal, 13 Hilang, dan 2000 Rumah Penduduk Rusak Parah
Ibu rumah tangga yang membuka toko peracangan di depan rumahnya itu berhenti bercerita sejenak. Ia teringat saat Ali berdiri di halaman, di dekat pintu, persis sebelum berangkat. Bahkan disuguhi kopi-pun tak diminum.
Kata Irus, tanpa ngomong apa-apa, Ali langsung pergi, berangkat kerja. Irus teringat betul jawaban adiknya setiap kali dilarang kerja kuli.
"Kalau saya tidak bekerja, besok untuk masak nasi apa?," katanya lirih, menirukan jawaban Ali.
Setelah adiknya pergi, tak ada firasat apa-apa lagi. Hingga suasana semula tenang saat itu mendadak berubah kepanikan. Banyak teriakan-teriakan warga meminta segera pergi meninggalkan rumah.