Kerusuhan di Kepulauan Solomon Berlanjut, Pemerintah Australia Turun Tangan Kerahkan Polisi dan Militer

26 November 2021, 15:12 WIB
Tangkapan layar - Penduduk berkerumun dekat kantor polisi Naha di Ibu Kota Honiara, Kepulauan Solomon, Kamis (25/11/2021)/Reuters via Antara, /Antara


 

WNC-SYDNEY – Aksi unjuk rasa di Kepulauan Solomon berlanjut. Departemen Keamanan Australia dikabarkan ikut campur tangan.

Lebih dari 100 personel kepolisian dan militer diterjunkan ke wilayah tersebut, kata Perdana Menteri Scott Morrison, Kamis 25 November 2021.

Pengerahan pasukan keAmanan diambil saat para pengunjuk rasa di negara Pulau Pasifik itu menentang jam malam dan melancarkan demonstrasi dalam dua hari berturut-turut.

Morisson mengatakan, campur tangan pemerinah Australia itu atas permintaan PM Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare. Komite keamanan nasional di Canberra pun langsung menanggapi.

Sedikitnya 23 personel kepolisian dikirim guna membantu mengendalikan kerusuhan ditambah 50 personel pengamanan infrastruktur penting.

Baca Juga: Empat Orang Tewas Tertimpa Reruntuhan setelah Bangunan Mes Karyawan Ambruk di China

“Tujuan kami memastikan stabilitas dan keamanan guna melancarkan proses konstitusi sebagaimana mestinya di Kepulauan Solomon untuk dapat memecahkan berbagai masalah di sana,” kata Morrison kepada awak media di Canberra.

Bukan maksud Pemerintah Australia campur tangan urusan internal Kepulauan Solomon. Pengerahan personel dilakukan menyusul beredarnya poster-poster aksi di media sosial dan pemandangan gedung-gedung terbakar di kawasan Chinatown di Honiara.

Banyak pengunjuk rasa datang dari provinsi terpadat, Malaita, ke ibu kota karena takut diabaikan pemerintah nasional, menurut laporan media.

Dlansir WNC dari Reuters mellui Kantor Berita Antara, provinsi tersebut menentang keputusan 2019 untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Taiwan dan agar menjalin hubungan formal dengan China.

Baca Juga: Kapal Perang Asing Melintas di Selat Taiwan, Militer China Panik dan Menguntit Pergerakan Amerika

Keputusan menghasilkan referendum kemerdekaan tahun lalu yang dianggap tidak sah pemerintah nasional.

Kepulauan Solomon, lokasi sejumlah perang sengit di Perang Dunia II, mengalami kerusuhan besar pada 2006 lantaran sengketa pemilu dengan banyak bisnis yang dimiliki oleh kalangan warga China di Honiara dibakar dan dijarah.

Sogavare pada Rabu (24/11) mengumumkan penguncian selama 36 jam di Honiara setelah kerusuhan terbaru terjadi.

Ia menyebut huru-hara itu “kejadian menyedihkan dan merugikan yang bertujuan menumbangkan pemerintah yang terpilih secara demokratis”.

Baca Juga: Organisasi Kesehatan Dunia Memberi Lisensi Teknologi Tes Antibodi Covid-19 Gratis kepada Negara Miskin

Penguncian yang berlangsung hingga Jumat (26/11) pukul 07.00 waktu setempat itu akan “mengizinkan badan penegak hukum menginvestigasi sepenuhnya pelaku kerusuhan, sekaligus antisipasi pelanggaran hukum kembali terjadi,” kata Sogavare.

Pasukan Kepolisian Kepulauan Solomon (RSIPF) meminta masyarakat pelajar dan berbisnis di sekitar Honiara tetap di rumah agar terhindar dari dampak kerusuhan.

“Kami ingin memastikan, jalan-jalan, sekolah, dan tempat usaha akan dibuka segera setelah penguncian,” kata Wakil Komisioner RSIPF Juanita Matangan dalam keterangannya.***

Editor: Dwi Soewanto

Sumber: Reuters ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler