Ya, kereta yang rata-rata dibuat pada awal 1900 an itu memang hanya mampu berjalan tak lebih dari 40 km per jam.
Dengan demikian para penumpang bisa menikmati perjalanan, sembari menyaksikan pemandangan hamparan lahan tebu yang baru tumbuh di sekitar pabrik, dengan lebih puas.
Baca Juga: Mau Nonton Langsung Pertandingan IBL 2022..? Simak Dulu Syarat-syaratnya, Biar Tidak Ditolak Panitia
Lokomotif kuno ini sendiri dulunya adalah lokomotif penarik kereta lori pembawa tebu. Namun seiring berjalannya waktu, perannya sudah mulai tergantikan oleh truk, yang bisa membawa tebu dari tempat yang jauh dengan lebih cepat.
Karena itulah pada tahun 2005 terbersit ide di kalangan direksi pabrik gula untuk mengembangkan obyek wisata dengan memanfaatkan lokomotif-lokomotif tersebut.
Dan ternyata hal itu mendapat sambutan yang positif dari masyarakat. Sehingga tingkat kunjungan ke obyek wisata ini juga cukup tinggi.
Dengan bahan bakar berupa kayu, tenaga yang dihasilkan kereta uap ini memang tidak terlalu besar. Sehingga laju kecepatannya juga tidak terlalu tinggi. Karena itulah kereta ini dipandang cocok untuk dijadikan sebagi kereta wisata. ***